MASALAH GENDER DALAM KELUARGA YANG MENDERITA KDRT
Gender merupakan sifat yang melekat
pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
kultural, dan sifat-sifatnya dapat dipertukarkan. Berbeda dengan seks,
seks adalah pengertian jenis kelamin dari dua jenis kelamin manusia yang
ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu dan tidak
dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan. Kedua istilah inilah yang
sering disalah artikan atau diputarbalikan makna oleh para kaum propagandis
atau feminis.
Kata “gender” berasal dari bahasa
Inggris “gender”, dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, berarti “jenis kelamin. Sedangkan dalam Webster’s New World
Dictionary, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki
dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.
Kata gender juga tertuang dalam
Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 2000, sebagai berikut:
Gender (asal kata gen); perbedaan
peran, tugas, fungsi, dan tanggung-jawab serta kesempatan antara laki-laki dan
perempuan karena dibentuk oleh tata nilai sosial budaya (konstruksi sosial)
yang dapat diubah dan berubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman (menurut
waktu dan ruang). Gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan
tanggung-jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat
berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Gender adalah pembagian
peran dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat, sebagai hasil konstruksi
sosial yang dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Gender bukanlah kodrat dan
ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan bagaimana seharusnya
laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang
terstruktur oleh ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada. Dengan
kata lain, gender adalah pembedaan peran dan tanggung-jawab antar perempuan dan
laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial budaya masyarakat.
Secara garis besar berikut perbedaan
yang menonjol antara gender dan sex:
Gender
|
Sex
(Jenis Kelamin)
|
Dapat
berubah
Dapat
dipertukarkan
Tergantung
waktu
Tergantung
budaya setempat
Bukan
Kodrat Tuhan
Buatan
manusia
Tidak
dapat berubah
|
Tidak
dapat berubah
Tidak
dapat dipertukarkan
Berlaku
sepanjang masa
Berlaku
di mana saja
Merupakan
Kodrat Tuhan
Ciptaan
Tuhan
|
KDRT
adalah persoalan yang rumit untuk dipecahkan. Ada banyak alasan. Boleh
jadi, pelaku KDRT benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang telah ia
lakukan adalah merupakan tindak KDRT. Atau, bisa jadi pula, pelaku menyadari
bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan KDRT. Hanya saja, ia
mengabaikannya lantaran berlindung diri di bawah norma-norma tertentu yang
telah mapan dalam masyarakat. Sehingga menganggap perbuatan KDRT sebagai hal
yang wajar dan pribadi .
Harus
diakui kehadiran UU PKDRT membuka jalan bagi terungkapnya kasus KDRT dan upaya
perlindungan hak-hak korban. Dimana, awalnya KDRT dianggap sebagai wilayah
privat yang tidak seorang pun diluar lingkungan rumah tangga dapat memasukinya.
Lebih kurang empat tahun sejak pengesahannya pada tahun 2004, dalam
perjalannnya UU ini masih ada beberapa pasal yang tidak menguntungkan
bagi perempuan korban kekerasanm. PP No 4 tahun 2006 tentang
Pemulihan merupakan peraturan pelaksana dari UU ini, yang diharapkan
mempermudah proses implementasi UU sebagaimana yang tertera dalam mandat
UU ini.
Selain
itu, walapun UU ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku KDRT, ancaman
hukuman yang tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya hukuman maksimal sehingga
berupa ancaman hukuman alternatif kurungan atau denda dirasa terlalu ringan
bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban, bahkan lebih
menguntungkan bila menggunakan ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam
KUHP. Apalagi jika korban mengalami cacat fisik, psikis, atau bahkan korban
meninggal. Sebagai UU yang memfokuskan pada proses penanganan hukum pidana dan
penghukuman dari korban, untuk itu, perlu upaya strategis diluar diri korban
guna mendukung dan memberikan perlindungan bagi korban dalam rangka
mengungkapkan kasus KDRT yang menimpanya.
Contoh kasus yang saya ambil adalah
kasus KDRT yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anak perempuannya yang
berupa kekerasan seksual yang kemudian berujung pada kehamilan dan kelahiran.
Dari sini saya menemukan 2 kasus yang sama sebut saja namanya Salim 41 tahun
dan Ameal Mangaha alias Alex 40 tahun. Kasus yang mereka alami sama yaitu
melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak kandungnya sendiri
yang berupa kekerasan seksual.
Kita awali dengan kasus pertama,
Salim adalah seorang ayah yang berumur 41 tahun. Dia melakukan KDRT terhadap
anak kandungnya sendiri dengan cara melakukan pemerkosaan secara paksa hingga
hamil 2 kali.
Aksi bejatnya dimulai pada tahun
2009 dan menghasilkan anak dari anaknya sendiri. Pada waktu itu anaknya diancam
untuk dibunuh jika membongkar kasus tersebut, oleh sebab itu anaknya terpaksa
bersedia melakukan hal tersebut.
Di tahun 2011, Salim tidak kapok,
lalu dia mengulangi lagi perilaku bejatnya untuk kedua kalinya terhadap anaknya
kandungnya tadi dan berujung pada kehamilan lagi. Pada kehamilan kedua ini
berbeda, anaknya tersebut melaporkan kasus ini kepada ibunya,
alhasil Salim harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di hadapan
keluarga dan hukum. Berdasarkan UU yang berlaku Salim harus dipenjara
selama 15 tahun.
Untuk kasus yang kedua yaitu Alex.
Dia seorang ayah yang berumur 40 tahun dan anaknya Mawar, 15 tahun yang
menjadi korban kekerasannya. Mereka warga Papusungan, Kecamatan Lembeh Selatan,
Bitung.
Aksi bejat Alex telah dimulai sejak
Juli 2010. Dia telah melakukan pemerkosaan terhadap anak kandungnya
sendiri sebut saja Mawar hingga sebanyak sepuluh kali. Hal ini juga berujung
pada kehamilan . Namun berbeda dengan kasus sebelumnya Mawar hanya hamil satu
kali hingga akhirnya dia melaporkan ayahnya kepada polisi.
Pada saat itu, Alex memaksa anaknya
Mawar untuk melakukan hubungan layaknya orang dewasa. Saat itu Mawar yang tidak
mau melayani nafsu bejat ayahnya sempat memohon untuk tidak melakukan hal
tersebut karena ia masih ingin bersekolah. Namun Alex tetap meneruskan aksinya
dengan memukul-mukul paha anaknya untuk melanjutkan aksi bejatnya tersebut.
Dari 2 contoh kasus KDRT di atas,
kita bisa amati bahwa kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan memang dialami
oleh para kaum perempuan baik itu anak-anak maupun dewasa. Perempuan sering
menjadi sasaran empuk para kaum adam untuk melancarkan nafsunya yang tidak
terkontrol.
Memang, latar belakang munculnya
propaganda Isu KDRT seperti kasus di atas sebenarnya tidak lepas dari motif
kesetaraan gender yang selama ini dipropagandakan oleh kaum feminis. Namun
apakah benar hal tersebut hanya disebabkan oleh gender?
Kaum feminis tentu mempunyai alasan
kenapa hal ini dapat dikaitkan dengan gender. Berdasarkan realita yang ada,
kebanyakan korban KDRT selama ini adalah kaum perempuan dan yang menjadi pelaku
alias yang berkuasa disini adalah laki-laki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar