Jumat, 22 Agustus 2014

GENDER DALAM KELUARGA



MASALAH GENDER DALAM KELUARGA YANG MENDERITA KDRT

Gender merupakan sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, dan sifat-sifatnya  dapat dipertukarkan. Berbeda dengan seks, seks adalah pengertian jenis kelamin dari dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu dan tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan. Kedua istilah inilah yang sering disalah artikan atau diputarbalikan makna oleh para kaum propagandis atau feminis.
Kata “gender” berasal dari bahasa Inggris “gender”, dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, berarti “jenis kelamin.  Sedangkan dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”.
Kata gender juga tertuang dalam Instruksi Presiden RI No. 9 tahun 2000, sebagai berikut:
Gender (asal kata gen); perbedaan peran, tugas, fungsi, dan tanggung-jawab serta kesempatan antara laki-laki dan perempuan karena dibentuk oleh tata nilai sosial budaya (konstruksi sosial) yang dapat diubah dan berubah sesuai kebutuhan atau perubahan zaman (menurut waktu dan ruang).  Gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggung-jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. Gender adalah pembagian peran dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat, sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan perubahan zaman.
Gender bukanlah  kodrat dan ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur oleh ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada. Dengan kata lain, gender adalah pembedaan peran dan tanggung-jawab antar perempuan dan laki-laki sebagai hasil konstruksi sosial budaya masyarakat.


Secara garis besar berikut perbedaan yang menonjol antara gender dan sex:

Gender
Sex (Jenis Kelamin)
Dapat berubah
Dapat dipertukarkan
Tergantung waktu
Tergantung budaya setempat
Bukan  Kodrat Tuhan
Buatan manusia          
Tidak dapat berubah
Tidak dapat berubah
Tidak dapat dipertukarkan
Berlaku sepanjang masa
Berlaku di mana saja
Merupakan Kodrat Tuhan
Ciptaan Tuhan

KDRT adalah persoalan yang rumit untuk dipecahkan. Ada banyak alasan. Boleh  jadi, pelaku KDRT benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan adalah merupakan tindak KDRT. Atau, bisa jadi pula, pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan KDRT. Hanya saja, ia mengabaikannya lantaran berlindung diri di bawah norma-norma tertentu yang telah mapan dalam masyarakat. Sehingga menganggap perbuatan KDRT sebagai hal yang wajar dan pribadi .
Harus diakui kehadiran UU PKDRT membuka jalan bagi terungkapnya kasus KDRT dan upaya perlindungan hak-hak korban. Dimana, awalnya KDRT dianggap sebagai wilayah privat yang tidak seorang pun diluar lingkungan rumah tangga dapat memasukinya. Lebih kurang empat tahun sejak pengesahannya pada tahun 2004, dalam perjalannnya UU ini masih ada beberapa  pasal yang tidak menguntungkan bagi perempuan korban kekerasanm.   PP No 4 tahun 2006 tentang Pemulihan merupakan peraturan pelaksana dari UU ini, yang diharapkan mempermudah  proses implementasi UU sebagaimana yang tertera dalam mandat UU ini.
Selain itu, walapun UU ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku KDRT, ancaman hukuman yang tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya hukuman maksimal sehingga berupa ancaman hukuman alternatif kurungan atau denda dirasa terlalu ringan bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban, bahkan lebih menguntungkan bila menggunakan ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Apalagi jika korban mengalami cacat fisik, psikis, atau bahkan korban meninggal. Sebagai UU yang memfokuskan pada proses penanganan hukum pidana dan penghukuman dari korban, untuk itu, perlu upaya strategis diluar diri korban guna mendukung dan memberikan perlindungan bagi korban dalam rangka mengungkapkan kasus KDRT yang menimpanya.


Contoh kasus yang saya ambil adalah kasus KDRT yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anak perempuannya yang berupa kekerasan seksual yang kemudian berujung pada kehamilan dan kelahiran. Dari sini saya menemukan 2 kasus yang sama sebut saja namanya Salim 41 tahun dan Ameal Mangaha alias Alex 40 tahun. Kasus yang mereka alami sama yaitu melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak kandungnya sendiri yang berupa kekerasan seksual. 
Kita awali dengan kasus pertama, Salim adalah seorang ayah yang berumur 41 tahun. Dia melakukan KDRT terhadap anak kandungnya sendiri dengan cara melakukan pemerkosaan secara paksa hingga hamil 2 kali.
Aksi bejatnya dimulai pada tahun 2009 dan menghasilkan anak dari anaknya sendiri. Pada waktu itu anaknya diancam untuk dibunuh jika membongkar kasus tersebut, oleh sebab itu anaknya terpaksa bersedia melakukan hal tersebut.
Di tahun 2011, Salim tidak kapok, lalu dia mengulangi lagi perilaku bejatnya untuk kedua kalinya terhadap anaknya kandungnya tadi dan berujung pada kehamilan lagi. Pada kehamilan kedua ini berbeda, anaknya tersebut   melaporkan kasus ini kepada ibunya, alhasil Salim harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di hadapan keluarga dan hukum. Berdasarkan  UU yang berlaku Salim harus dipenjara selama 15 tahun.
Untuk kasus yang kedua yaitu Alex. Dia seorang ayah yang berumur  40 tahun dan anaknya Mawar, 15 tahun yang menjadi korban kekerasannya. Mereka warga Papusungan, Kecamatan Lembeh Selatan, Bitung.
Aksi bejat Alex telah dimulai sejak Juli 2010. Dia telah  melakukan pemerkosaan terhadap anak kandungnya sendiri sebut saja Mawar hingga sebanyak sepuluh kali. Hal ini juga berujung pada kehamilan . Namun berbeda dengan kasus sebelumnya Mawar hanya hamil satu kali hingga akhirnya dia melaporkan ayahnya kepada polisi.
Pada saat itu, Alex memaksa anaknya Mawar untuk melakukan hubungan layaknya orang dewasa. Saat itu Mawar yang tidak mau melayani nafsu bejat ayahnya sempat memohon untuk tidak melakukan hal tersebut karena ia masih ingin bersekolah. Namun Alex tetap meneruskan aksinya dengan memukul-mukul paha anaknya untuk melanjutkan aksi bejatnya tersebut.
Dari 2 contoh kasus KDRT di atas, kita bisa amati bahwa kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan memang dialami oleh para kaum perempuan baik itu anak-anak maupun dewasa. Perempuan sering menjadi sasaran empuk para kaum adam untuk melancarkan nafsunya yang tidak terkontrol.
Memang, latar belakang munculnya propaganda Isu KDRT seperti kasus di atas sebenarnya tidak lepas dari motif kesetaraan gender yang selama ini dipropagandakan oleh kaum feminis. Namun apakah benar hal tersebut hanya disebabkan oleh gender?
Kaum feminis tentu mempunyai alasan kenapa hal ini dapat dikaitkan dengan gender. Berdasarkan realita yang ada, kebanyakan korban KDRT selama ini adalah kaum perempuan dan yang menjadi pelaku alias yang berkuasa disini adalah laki-laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar