Rabu, 27 Agustus 2014

ISSUE GENDER DALAM KTD



Gender merujuk pada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sejak lahir, tumbh kembang dan besar melalui proses sosialisasi dilingkungan keluarga dan masyarakat. Gender sendiri adalahkonsep yang mengacu pada peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh konstruksi atau keadaan sosial dalam masyarakat (WHO,2010). Seksualitas dan jenis kelamin adalah karakteristik biologis-anatomisal (khususnya sitem reproduksi dan hormonal) diikuti dengan karakteristik fisiologis tubuh yang menentukan seseorang adalah laki-laki atau perempuan (Depkes RI,2002)
Dalam sistem sosial-budaya pada sebagian besar masyarakat indonesia, yang syarat dengan perbedaan gender, telah melahirkan ketidakadilan terutama pada kaum perempuan. Manifestasi ketidakadilan ini terwujud dalam bentuk marginalisasi, subordinasi maupun sterotipe bagi kaum perempuan. Marginalisasi terhadap kaum perempuan antara lain bersumber dari adat istiadat dan kebiasaan, dan juga dapat bersumber dari kebijakan pemerintah dan keyakinan. Menurut catatan sejarah, sudah sejak berabad-abad perempuan di pulau jawa hanya difungsikan sebagai reproduksi dan pemuas nafsu seksual. Anggapan ini memunculkan diskriminasi antaea laki-laki dan perempuan terutama dalam bidang pendidikan dan kepemimpinan.
1.    Kondisi sosial dan budaya dalam persfektif Marginalisasi perempuan dari sarat fenomena gender.
a.         Pola pengasuhan anak
Pola pengasuhan anak dalam keluargae erat kaitanya dengan penerapan fungsi-fungsi keluarga, antara lain fungsi edukasi, fungsi sosial, fungsi perlindungan, fungsi afeksi dan fungsi ekonomi. Hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap situasi atau suasana kehidupan keluarga yang akan melahirkan iklim tertentu dalam keluarga. Suasana kehidupan keluarga akan berdampak terhadap perkembangan anak yang sedang dalam masa pembekalan pembekalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola asuh dalam keluarga dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan.
Fungsi ini menjadi tidak efektif ketika terjadi ketegangan-ketegangan dalam keluarga, kemudian disusul dengan disorganisasi keluarga yang meliputi berbagai kelemahan, ketidak sesuaian atau putusnya jalinan ikatan, seperti perceraian dan adanya konflik antara orang tua dan anak.
b.         Tradisi
Keterikatan masyarakat pada tradisi sering kali dikaitkan dengan dampak negatif bagi masyarakat itu sendiri. Misalnya tradisi memperbolehkan wanita hamil terlebih dahulu sebelum melakukan prosesi pernikahan
c.         Gaya hidup
Penyebab remaja banyak yang menderita kehamilan tidak diinginkan antara lain juga karena gaya hidup di kalangan remaja sudah menjurus pada pacaran yang tidak sehat, akibat dari kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi menambah banyak rentetan-rentetan buruk pada remaja. Pengaruh makin pesatnya kemajuan teknologi dan kecanggihan alat komunikasi memberikan kontribusi yang tinggi akan terjadinya perilaku yang menyimpang.
2.    Kesenjangan gender dalam kesehatan reproduksi remaja
Dari data tentang pengetahuan dan perilaku remaja dalam kesehatan reproduksi, adanya kesenjangan gender terutama pada kasus kehamilan usia remaja.
Kehamilan pada masa remaja berdampak pada tidak adanya peluang perempuan untuk melanjutkan pendidikan kejenjeng lebih tinggi. Selain itu dapat pula berdampak pada terjadinya keguguran, resiko komplikasi bahkan kematian maternal. Resiko ini tentu saja tidak dialami oleh remja laki-laki.

Kesenjangan gender yang menimpa remja putri ini terjadi karena:
a.    Perempuan sering kali tidak mempunyai kekuatan sebagai pengambil keputusan berkenaan dengan waktu kehamilan dan kesehatan reproduksinya.
b.    Dampak dari pernikahan usia remaja, orang tua menginginkan menimang cucu segera setelah anak-anaknya menikah, tanpa melihat kesiapan secara fisik dan mental
c.    Dampak dari kehamilan diluar pernikahan perempuan lebih dicondongkan dalam masalah dan pengucilan serta tidak bisa mengambil keputusan, semua keputusan berada pada laki-laki (pacar atau selingkuhannya). Faktor ini dapat menjadikan status mental dan psikologis wanita tertekan ditambahkan dengan pengambilan keputusan yang salah seperti aborsi.
d.   Status permpuan dimata masyarakat tergantung pada kemampuan untuk mempunyai anak. Seorang permpuan dianggap tidak sempurna  apabila setelah menikah tidak bisa memberikan keturunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar