Sabtu, 23 Agustus 2014

KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN



KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN

Dunia yang berkembang dengan pesat dan didukung dengan semangkin canggihnya teknologi informasi memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap terjadinya penyimpangan perilaku yang banyak melanda para remaja yang masih mencari jati diri dan. Kehidupan malam yang banyak digemari kaum muda di daerah perkotaan dan keadaan himpitan ekonomi yang dapat memberikan kontribusi yang relevan ata terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan yang dapan merugikan kaum perempuan secara tidak langsung. KTD di Indonesia sudah cukup mengkhawatirkan dengan dilihat dari data aborsi yang semakin lambat tahun semangkin meningkat.

Menurut Prof. Wimpie Pangkahila (2001) saat ini telah terjadi perubahan pandangan terhadap perilaku seks. Seks tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sakral dan tidak dikaitannya dengan proses prokreasi. Akibatnya, perilaku seks masyarakat begitu bebas dan tidak terikat oleh norma-norma yang sebelumnya berlaku. Berikut faktor-faktor penyebabnya: (1). Longgarnya pengawasan orang tua akibat dari kesibukannya; (2). Pola pergaulan yang semangkin bebas, sementara orang tua tetap mengijinkan; (3). Lingkungan masyarakat yang semangkin permisif; (4). Semangkin banyaknya hal yang memberikan rangsangan seksual; (5). Fasilitas yang mendukung untuk memiliki, menikmati hal-hal yang memberikan rangsangan.

Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi meliputi: 1). Konseling dan informasi keluarga berencana (KB); 2). Pelayanan kehamilan dan persalinan (termaksuk pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi baru lahir inconatal); 3). Pengobatan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular seksual (PMS) termaksuk pencegahan kemandulan-konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR); 4). Konseling informasi dan reproduksi (KIR) mengenai kesehatan reproduksi. Bagi sebagian besar anak muda, usia antara 12-16 tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh dengan kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan. Tak dapat disangkal, selama kehidupan janin dan tahun pertama atau kedua setelah kelahiran, perkembangan berlangsung secara cepat dan lingkungan yang baik semangkin lebih menentukan, tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang bukan memperhatikan

Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan pelaksanaan Kesehatan Reproduksi dan Kesehatan Kerja. Pada Pasal 71 tentang Kesehatan Reproduksi dinyatakan, ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup saat sebelum hamil, waktu melahirkan dan sesudah melahirkan, pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, kesehatan seksual serta kesehatan sistem reproduksi. Menurut undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 7 bahwa perkawinan diijinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan wanita berumur 16 tahun. Namun pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku reproduksi manusia ditegaskan dalam UU No. 10 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan Keluarga Berencana, perkawinan diijinkan bila laki-laki berumur 21 tahun dan perempuan berumur 19 tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan bila pria kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19 tahun.

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) secara global terdapat 28 kasus per 1.000 perempuan setiap tahunnya. Jumlahnya naik dari 44%  di tahun 1995 menjadi 49%  pada tahun 2008. Angka kejadian aborsi di Indonesia yang mencapai angka 2,5juta/tahun. Dari hasil survei terakhir di 33 provinsi pada tahun 2008 oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dilaporkan 63%  remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah ironisnya 21%  di antaranya dilaporkan melakukan aborsi. Persentase remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar, angka itu sempat berada pada kisaran 47,54 persen. Namun, hasil survei terakhir 2008 meningkat menjadi 63 persen (BKKBN, 2008).  Menurut WHO (2009) sekitar 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan tiap tahun, 95% kelahiran tersebut terjadi pada negara dengan pendapatan yang rendah dan menengah. Angka rata-rata dari remaja yang melahirkanpada negara dengan pendapatan menengah lebih tinggi dua kali dibandingkan negara dengan pendapatan yang tinggi. Memiliki anak di luar nikah merupakan hal yang tidak biasa di banyak negara, sehingga bila terjadi kehamilan di luar nikah biasanya akan berakhir dengan tindakan aborsi

Sebagai konsekwensi dari kondisi kehamilan yang tidak direncanakan, ada dua pilihan. Pertama, tetap melanjutkan kehamilannya. Kedua, tidak melanjutkan kehamilannya atau melakukan upaya menggugurkan kandungannya. Kehamilan tidak dikehendaki ini bisa berakibat pada usaha-usaha menghentikan proses kehamilan (dengan sengaja). Kehamilan tidak dikehendaki ini dibedakan menjadi mistimed pregnancy (kehamilan tidak berada dalam waktu yang tepat) dan unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak diinginkan). Kehamilan tidak pada waktu yang tepat ini dikenal sebagai kehamilan yang tidak direncanakan (unplanned pregnancy). Yang membeda kan kedua kehamilan itu adalah alasannya. Kehamilan jenis pertama adalah bukan persoalan tidak menghendaki kehamilan, tetapi waktunya yang tepat. Ada kebutuhan ruang dan waktu yang diperlukan untuk si ibu hamil dan melahirkan. Sementara itu, kehamilan tidak diinginkan sebenarnya lebih pada persoalan keberadaan kehamilan itu. Bila tidak ada hambatan sosial-kultural (dan agama), maka bisa saja seorang ibu akan memilih menghentikan kehamilan.

KTD adalah kehamilan yang karena suatu sebab keberadaannya tidak diinginkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua bayi (Humas Pemerintah Kabupaten Pemalang, 2008). KTD bisa dialami oleh perempuan yang sudah menikah maupun yang belum menikah disebabkan karena hubungan seks pra nikah yang dilakukan. Sebagian dari perempuan yang melakukan hubungan seks pranikah adalah remaja. 

Kematangan organ seks dapat berpengaruh bila remaja tidak mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk melakukan hubungan seks pra nikah. Hal ini akan menimbulkan akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh pasangan, khususnya remaja putri tetapi juga orang tua, keluarga dan masyarakat.

A.    Akibat dari hubungan seks pranikah:
a.       Bagi remaja
-          Remaja pria menjadi tidak perjaka dan remaja wanita menjadi tidak perawan
-          Menambah resiko tertular penyakit menular (PMS), seperti: gonore, sifilis, herpes simpleks, clamidia, kandiloma akuminata dan HIV/AIDS
-          Remaja perempuan terancam kehamilan yang tidak diinginkan, pengguguran kandungan yang tidak aman, infeksi organ reproduksi, animea, kemandulan dan kematian karena perdarahan.
-          Trauma kejiwaan (depresi, rendah diri, rasa berdosa dan pupus harapan masa depan)
-          Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan kesempatan bekerja
-          Melahirkan bayi yang cacatatau tidak sehat
b.      Bagi keluarga
-          Menimbulkan aib keluarga
-          Menambah bebas ekonomi keluarga
-          Pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan akibat dari tekanan masyarakat dilingkungannya
c.       Bagi masyarakat
-          Meningkatnya remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun
-          Meningkatnya angka kematian ibu dan bayi
-          Menambah beban ekonomi masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat menurun.

B.     Faktor Yang Berhubungan Dengan Kehamilan Remaja
Pergaulan remaja di Era Melenium ini tidak bisa disamakan dengan pergaulan remaja sepulh atau dua puluh tahun yang lalu. Salah satu cermin dapat dilihat dari perkembangan sinetron remaja sekarang jauh lebih eksplisit menampilkan adegan-adegan bermesraan dan cara pacaran remaja sekarang tidak cukup hanya sebatas bergandengan tangan, tetapi sudah jauh dari itu, berpelukan, berciuman bahkan sampai berhubungan seksual. Hal ini berimbas dari pola pergaulan remaja yang bebas. Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin yang berbeda dengan mudah dapat dilihat dari pola remaja berpacaran. Dengan tidak adanya pendidikan seks yang memadai dan pandangan orang tua yang menabukan hal-hal yang berkaitan dengan seks membuat remaja cenderung terkena imbas seks dari pergaulan bebas, baik dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan sebaya.

Berikut akan dijelaskan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan remaja menurut Maurer dan Smith (2010), karena ternyata 80% kehamilan remaja adalah tidak diinginkan. Sebagian besar remaja mengenal hubungan seks melalui media berpacaran.
1.    Perubahan hormonal, timbulnya kesadaran seksual dan peer pressure
Menurut Kalmuss et al (2003, dalam Maurer & Smith 2010) masa remaja adalah masa dimana kesedaran seksual, keingintahuan dan keinginan untuk bereksperimen meningkat. Tekanan teman sebaya mempengaruhi remaja untuk terlibat dalam aktivitas seksualnya. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Wong (2000) bahwa remaja dihadapkan pada harapan adanya perilaku peran seksual yang matang baik dari teman sebaya maupun orang dewasa. Remaja yang terlibat dalam aktivitas seksual biasanya mempunyai teman yang melakukan hal itu juga.
2.    Peran seksual yang pervasive dari media
Remaja sering terekspose dengan paparan dari media terkait seks, aktivitas seksual dan pentingnya menjadi orang yang menarik perhtian lawan jenis. Hal ini menjadikan remaja terjebak pdalam perilaku seks pra nikah, yang antara lai berujung pada KTD
3.    Aktivitas seksual yang terpaksa
Semangkin muda usia remaja, semangkin mudah untuk terlibat dalam aktivitas seksual yang terpaksa. Akibat dari proses kurangnya pematangan seksual ini sering kali menimbulkan permasalahan tersendiri bagi remaja perempuan.
4.    Kurangnya pengetahuan tentang seks dan konsepsi
Peningkatan aktivitas seksual remaja tidak diimbangi dengan peningkatan pengetahuan tentang fungsi seksual, control kehamilan dan pro-creation. Remaja juga kurang memahami tentang masa rentan dalam siklus menstruasi. Hal ini yang menyebabkan remaja kurang dapat menyesuaikan aktivitas seksual dengan masa subur dalam siklus haidnya.
5.    Misuse atau kontrasepi
Remaja kurang mengetahui metode kontrasepsi yag spesifik dan penggunaan kontrasepsi yang tepat.
6.    Kurangnya maturitas dan orientasi masa depan
Perencanaan masa remaja minimal. Mereka kurang bisa berfikir tentang akibat dari aktivitaas seksual mereka. Walaupun jika melihat dari perkembangan kognitif mereka, remaja sudah dapat memikirkan akibat dari tindakan yang dilakukan.

C.    Respon Awal Remaja Terhadap KTD.
Remaja yang mengalami KTD, awalnya tidak menyadari bahwa dirinya hamil. Mereka biasanya hanya merasakan adanya perubahan yang terjadi dengan tubuhnya. Perubahan tersebut meliputi tidak haid, mual dan muntuh, kelelahan dan kepala pusing. Perubahan fisiologi dalam kehamilan tersebut yang mendorong remaja untuk melakukan tes kehamilan. Berdasarkan hasil tes barulah mereka menyadari bahwa mereka telah hamil.
Ada berbagai macam respon ketika Kehamilan Tidak Diinginkan pada remaja ini diketahui. Respon-respon tersebut terdiri atas respon remaja itu sendiri terhadap dirinya dan respon remaja terhadap kehamilannya. Respon remaja terhadap dirinya berupa timbulnya perasaan takut dan perasaan tidak siap untuk hamil. Respon terhadap kehamilannya ditunjukan dengan 3 jenis cara yaitu: 1). Concealment/penyembunyian, 2). Secara rahasia berusaha mendapatkan aborsi, 3). Disclosur/mengungkapkan. Respon Concealment dilakukan untuk menutupi kehamilanya dari setiap orang. Hal ini dilakukan dengan cara tetap melakukan rutinitas sebagaimana biasanya.
Respon remaja kedua terhadap KTD adalah dengan mencari aborsi secara rahasia. Mereka mengambil keputusan tersebut atas inisiatif mereka sendiri serta pengaruh orang lain seperti orang tua dan teman lelakinya. Keputusan untuk mendapatkan aborsi diambil karena takut dan merasa tidak siap serta karena selaan dari masyarakat sekitar. Pengambilan keputusan terhadap tindak lanjut kehamilan bermuara pada sikap terhadap janin yang dikandungnya. Jika penolakan lebih domain, maka jalur yang ditempuh adalah aborsi. Sedangkan jika penerimaan yang lebih domain, maka keputusan yang diambil adalah melanjutkan kehamilan.
Keluarga termaksud orang terdekat dengan remaja. Pemberian makna terhadap kehamilan dan reaksi keluarga terhadap kehamilan terutama yang tidak diinginkan menjadi sangat penting dalam pengambilan keputusan mengahadapi KTD. Bagi keluarga yang memahami arti kehamilan, aborsi hanya akan menambah dosa dan dan membahayakan bagi ibu dengan KTD.

D.    Pola Pendidikan Alternatif
Perubahan sosial yang terjadi dan berimbas juga pada institusi pendidikan telah menuntut fleksibilitas dan diversivikasi pendidikan dalam program. Meskipun diera reformasi ini diketahui banyak aspek pendidikan yang kewenangannya berada diluar sentral kekuasaan, tetapi penataan pendidikan yang sesuai dengan kriteria berikut harus tetap dilakukan. Kriteria pertama adalah peningkatan kualitas, kriteria kedua adalah perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan, kriteria ketiga adalah terjaminnya kepentingan nasional, dan kriteria keempat adalah akuntabilitas. Keempat kriteria makro ini merupakan sifat normatif yang harus konsisten dimiliki institusi pendidikan (Sumarno,2001).
Berbarengan dengan perubahan sosial adalah munculnya berbagai problem sosial, dimana institusi pendidikan tidak selalu dapat menanganinya, karena problem yang berlangsung sering kali diluar jangkauan dari pendidikan tersebut. Problem solving yang ditawarkan pun mempunyai berbagai keterbatasan. Peran pendidikan dalam kaitanya dengan problem sosial meliputi: (a). Upaya preventif; (b). Upaya kreatif; (c). Upaya pengembangan.  Perubahan
1.    sekolah berfungsi sebagai pusat kegiatan belajar bagi masyarakat sekitar.
2.    sekolah tidak lagi merupakan sistem tertutup
3.    peran guru sebagai patner subjek didik dalam belajar
4.    memberikan motivasi dalam proses pembelajaran yang berlangsung
Berkaitan dengan isu kesempatan studi bagi siswi hamil, maka peran pendidik yang lebih relevan adalah mengupayakan sebuah pendidikan alternatif. Esensi pendidikan alternatif adalah pendidikan yang dimungkinkan dapat melayani siswa yang bermasalah baik melalui pendidikan disekolah maupun luar sekolah sekelompok anak yang tidak memungkinkan lagi bersekolah disekolah konvensional. Ada beberapa aspek yang perlu dirumuskan berkaitan dengan pendidikan alternatif untuk siswi hamil, antara lain: (1). Pendidikan yang dibutuhkan; (2). Peran dan tanggung jawab berbagai pihak terkait; (3). Akseptabilitas dan kelaikan sosial; (4). Modus pembelajaran alternatif (pembelajaran privat, pembelajaran jarah jauh dan pengujian kesetaraan).

E.     ISSUE GENDER DALAM KTD
Gender merujuk pada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sejak lahir, tumbh kembang dan besar melalui proses sosialisasi dilingkungan keluarga dan masyarakat. Gender sendiri adalahkonsep yang mengacu pada peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh konstruksi atau keadaan sosial dalam masyarakat (WHO,2010). Seksualitas dan jenis kelamin adalah karakteristik biologis-anatomisal (khususnya sitem reproduksi dan hormonal) diikuti dengan karakteristik fisiologis tubuh yang menentukan seseorang adalah laki-laki atau perempuan (Depkes RI,2002)
Dalam sistem sosial-budaya pada sebagian besar masyarakat indonesia, yang syarat dengan perbedaan gender, telah melahirkan ketidakadilan terutama pada kaum perempuan. Manifestasi ketidakadilan ini terwujud dalam bentuk marginalisasi, subordinasi maupun sterotipe bagi kaum perempuan. Marginalisasi terhadap kaum perempuan antara lain bersumber dari adat istiadat dan kebiasaan, dan juga dapat bersumber dari kebijakan pemerintah dan keyakinan. Menurut catatan sejarah, sudah sejak berabad-abad perempuan di pulau jawa hanya difungsikan sebagai reproduksi dan pemuas nafsu seksual. Anggapan ini memunculkan diskriminasi antaea laki-laki dan perempuan terutama dalam bidang pendidikan dan kepemimpinan.
1.    Kondisi sosial dan budaya dalam persfektif Marginalisasi perempuan dari sarat fenomena gender.
a.         Pola pengasuhan anak
Pola pengasuhan anak dalam keluargae erat kaitanya dengan penerapan fungsi-fungsi keluarga, antara lain fungsi edukasi, fungsi sosial, fungsi perlindungan, fungsi afeksi dan fungsi ekonomi. Hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap situasi atau suasana kehidupan keluarga yang akan melahirkan iklim tertentu dalam keluarga. Suasana kehidupan keluarga akan berdampak terhadap perkembangan anak yang sedang dalam masa pembekalan pembekalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola asuh dalam keluarga dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan.
Fungsi ini menjadi tidak efektif ketika terjadi ketegangan-ketegangan dalam keluarga, kemudian disusul dengan disorganisasi keluarga yang meliputi berbagai kelemahan, ketidak sesuaian atau putusnya jalinan ikatan, seperti perceraian dan adanya konflik antara orang tua dan anak.
b.         Tradisi
Keterikatan masyarakat pada tradisi sering kali dikaitkan dengan dampak negatif bagi masyarakat itu sendiri. Misalnya tradisi memperbolehkan wanita hamil terlebih dahulu sebelum melakukan prosesi pernikahan
c.         Gaya hidup
Penyebab remaja banyak yang menderita kehamilan tidak diinginkan antara lain juga karena gaya hidup di kalangan remaja sudah menjurus pada pacaran yang tidak sehat, akibat dari kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi menambah banyak rentetan-rentetan buruk pada remaja. Pengaruh makin pesatnya kemajuan teknologi dan kecanggihan alat komunikasi memberikan kontribusi yang tinggi akan terjadinya perilaku yang menyimpang.

2.    Kesenjangan gender dalam kesehatan reproduksi remaja
Dari data tentang pengetahuan dan perilaku remaja dalam kesehatan reproduksi, adanya kesenjangan gender terutama pada kasus kehamilan usia remaja.
Kehamilan pada masa remaja berdampak pada tidak adanya peluang perempuan untuk melanjutkan pendidikan kejenjeng lebih tinggi. Selain itu dapat pula berdampak pada terjadinya keguguran, resiko komplikasi bahkan kematian maternal. Resiko ini tentu saja tidak dialami oleh remja laki-laki.

Kesenjangan gender yang menimpa remja putri ini terjadi karena:
a.    Perempuan sering kali tidak mempunyai kekuatan sebagai pengambil keputusan berkenaan dengan waktu kehamilan dan kesehatan reproduksinya.
b.    Dampak dari pernikahan usia remaja, orang tua menginginkan menimang cucu segera setelah anak-anaknya menikah, tanpa melihat kesiapan secara fisik dan mental
c.    Dampak dari kehamilan diluar pernikahan perempuan lebih dicondongkan dalam masalah dan pengucilan serta tidak bisa mengambil keputusan, semua keputusan berada pada laki-laki (pacar atau selingkuhannya). Faktor ini dapat menjadikan status mental dan psikologis wanita tertekan ditambahkan dengan pengambilan keputusan yang salah seperti aborsi.
d.   Status permpuan dimata masyarakat tergantung pada kemampuan untuk mempunyai anak. Seorang permpuan dianggap tidak sempurna  apabila setelah menikah tidak bisa memberikan keturunan.


DAFTAR PUSTAKA

Arif, W., 2010.  Penelitian Partisipatori Anak Yang Dilacurkan Disurakarta Dan Indramayu. Unicef
Budi, H,. dkk. 2007. Seks Dalam Islam. Jakarta: Puspa Swara
Coleman. J. R. George, and G. Holt.1977. Adolescent and Theri Parent A Study Of Attitudes: Journal Of Genetic Psychology
Erikson, E,H.1964. Childhood and Sosiety. (rev.ed): New York
Departemen Kesehatan RI, 2007. Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Direktorat Jendral Bina Kesehtan Masyarakat. Jakarta
Elizabet. B, Harlock. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Ed 5. Erlangga. Surabaya
Fakih, Mansour. 1996. Bias Gender Dlam Pendidikan. Muhammadiyah University Press Offset. Yogyakarta
Harlina, Pribadi. 2011. Menangkal Narkoba, HIV dan AIDS Serta Kekerasan. Bandung: Pt. Rosda Karya
Hasan H.R, Siyoto, S.2013. Buku Ajar Kesehtan Reproduksi. Nuha Medika. Yogyakara
Irwan M. Hidayana, dkk.2004. seksualitas Teori Dan Realitas. Program Gender Dan Seksualitas. Fisip UI
Mahfudli, Shaly.1994. Etika Seksual. Pekalongan: Bahagia
Marmi.2013. Kesehatan Reproduksi. Pustaka Pelajar.Yogyakarta
Muhammad Ali. 1983. Tafsir Ayat Ahkam. Surabaya: Bina Ilmu
Nahiyah, Jaidi Faraz,dll. 2002. Fenomena Siswi Hamil di Indonesia. Ajisaka.Yogyakarta


Tidak ada komentar:

Posting Komentar