KEHAMILAN TIDAK
DIINGINKAN
Dunia yang berkembang dengan pesat dan
didukung dengan semangkin canggihnya teknologi informasi memberikan dampak yang
sangat signifikan terhadap terjadinya penyimpangan perilaku yang banyak melanda
para remaja yang masih mencari jati diri dan. Kehidupan malam yang banyak
digemari kaum muda di daerah perkotaan dan keadaan himpitan ekonomi yang dapat
memberikan kontribusi yang relevan ata terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan
yang dapan merugikan kaum perempuan secara tidak langsung. KTD di Indonesia
sudah cukup mengkhawatirkan dengan dilihat dari data aborsi yang semakin lambat
tahun semangkin meningkat.
Menurut Prof. Wimpie Pangkahila (2001)
saat ini telah terjadi perubahan pandangan terhadap perilaku seks. Seks tidak
lagi dipandang sebagai sesuatu yang sakral dan tidak dikaitannya dengan proses
prokreasi. Akibatnya, perilaku seks masyarakat begitu bebas dan tidak terikat
oleh norma-norma yang sebelumnya berlaku. Berikut faktor-faktor penyebabnya:
(1). Longgarnya pengawasan orang tua akibat dari kesibukannya; (2). Pola
pergaulan yang semangkin bebas, sementara orang tua tetap mengijinkan; (3).
Lingkungan masyarakat yang semangkin permisif; (4). Semangkin banyaknya hal
yang memberikan rangsangan seksual; (5). Fasilitas yang mendukung untuk
memiliki, menikmati hal-hal yang memberikan rangsangan.
Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi
meliputi: 1). Konseling dan informasi keluarga berencana (KB); 2). Pelayanan
kehamilan dan persalinan (termaksuk pelayanan aborsi yang aman, pelayanan bayi
baru lahir inconatal); 3). Pengobatan infeksi saluran reproduksi dan penyakit
menular seksual (PMS) termaksuk pencegahan kemandulan-konseling dan pelayanan
kesehatan reproduksi remaja (KRR); 4). Konseling informasi dan reproduksi (KIR)
mengenai kesehatan reproduksi. Bagi sebagian besar anak muda, usia antara 12-16
tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh dengan kejadian sepanjang menyangkut
pertumbuhan dan perkembangan. Tak dapat disangkal, selama kehidupan janin dan
tahun pertama atau kedua setelah kelahiran, perkembangan berlangsung secara
cepat dan lingkungan yang baik semangkin lebih menentukan, tetapi yang
bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang bukan memperhatikan
Menurut UU No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan mengamanatkan pelaksanaan Kesehatan Reproduksi dan Kesehatan Kerja.
Pada Pasal 71 tentang Kesehatan Reproduksi dinyatakan, ruang lingkup kesehatan
reproduksi mencakup saat sebelum hamil, waktu melahirkan dan sesudah
melahirkan, pengaturan kehamilan, alat kontrasepsi, kesehatan seksual serta
kesehatan sistem reproduksi. Menurut undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974
pasal 7 bahwa perkawinan diijinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan wanita
berumur 16 tahun. Namun pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku
reproduksi manusia ditegaskan dalam UU No. 10 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa
pemerintah menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan Keluarga Berencana,
perkawinan diijinkan bila laki-laki berumur 21 tahun dan perempuan berumur 19
tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan bila pria
kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19 tahun.
Menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO) secara global terdapat 28 kasus per 1.000 perempuan setiap tahunnya.
Jumlahnya naik dari 44% di tahun 1995
menjadi 49% pada tahun 2008. Angka
kejadian aborsi di Indonesia yang mencapai angka 2,5juta/tahun. Dari hasil
survei terakhir di 33 provinsi pada tahun 2008 oleh Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) dilaporkan 63% remaja di Indonesia pada usia antara SMP dan
SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah ironisnya 21% di antaranya dilaporkan melakukan aborsi.
Persentase remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami
peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data penelitian pada
2005-2006 di kota-kota besar, angka itu sempat berada pada kisaran 47,54
persen. Namun, hasil survei terakhir 2008 meningkat menjadi 63 persen (BKKBN,
2008). Menurut WHO (2009) sekitar 16
juta perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan tiap tahun, 95% kelahiran tersebut
terjadi pada negara dengan pendapatan yang rendah dan menengah. Angka rata-rata
dari remaja yang melahirkanpada negara dengan pendapatan menengah lebih tinggi
dua kali dibandingkan negara dengan pendapatan yang tinggi. Memiliki anak di
luar nikah merupakan hal yang tidak biasa di banyak negara, sehingga bila
terjadi kehamilan di luar nikah biasanya akan berakhir dengan tindakan aborsi
Sebagai konsekwensi dari kondisi
kehamilan yang tidak direncanakan, ada dua pilihan. Pertama, tetap melanjutkan
kehamilannya. Kedua, tidak melanjutkan kehamilannya atau melakukan upaya
menggugurkan kandungannya. Kehamilan tidak dikehendaki ini bisa berakibat pada
usaha-usaha menghentikan proses kehamilan (dengan sengaja). Kehamilan tidak
dikehendaki ini dibedakan menjadi mistimed pregnancy (kehamilan tidak berada
dalam waktu yang tepat) dan unwanted pregnancy (kehamilan yang tidak
diinginkan). Kehamilan tidak pada waktu yang tepat ini dikenal sebagai
kehamilan yang tidak direncanakan (unplanned pregnancy). Yang membeda kan kedua
kehamilan itu adalah alasannya. Kehamilan jenis pertama adalah bukan persoalan
tidak menghendaki kehamilan, tetapi waktunya yang tepat. Ada kebutuhan ruang
dan waktu yang diperlukan untuk si ibu hamil dan melahirkan. Sementara itu,
kehamilan tidak diinginkan sebenarnya lebih pada persoalan keberadaan kehamilan
itu. Bila tidak ada hambatan sosial-kultural (dan agama), maka bisa saja
seorang ibu akan memilih menghentikan kehamilan.
KTD adalah kehamilan yang karena suatu
sebab keberadaannya tidak diinginkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua
bayi (Humas Pemerintah Kabupaten Pemalang, 2008). KTD bisa dialami oleh
perempuan yang sudah menikah maupun yang belum menikah disebabkan karena
hubungan seks pra nikah yang dilakukan. Sebagian dari perempuan yang melakukan
hubungan seks pranikah adalah remaja.
Kematangan organ seks dapat
berpengaruh bila remaja tidak mampu mengendalikan rangsangan seksualnya,
sehingga tergoda untuk melakukan hubungan seks pra nikah. Hal ini akan
menimbulkan akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh pasangan, khususnya
remaja putri tetapi juga orang tua, keluarga dan masyarakat.
A.
Akibat dari hubungan seks pranikah:
a. Bagi remaja
-
Remaja pria
menjadi tidak perjaka dan remaja wanita menjadi tidak perawan
-
Menambah
resiko tertular penyakit menular (PMS), seperti: gonore, sifilis, herpes
simpleks, clamidia, kandiloma akuminata dan HIV/AIDS
-
Remaja
perempuan terancam kehamilan yang tidak diinginkan, pengguguran kandungan yang
tidak aman, infeksi organ reproduksi, animea, kemandulan dan kematian karena
perdarahan.
-
Trauma
kejiwaan (depresi, rendah diri, rasa berdosa dan pupus harapan masa depan)
-
Kemungkinan
hilangnya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan kesempatan bekerja
-
Melahirkan
bayi yang cacatatau tidak sehat
b. Bagi keluarga
-
Menimbulkan
aib keluarga
-
Menambah
bebas ekonomi keluarga
-
Pengaruh
kejiwaan bagi anak yang dilahirkan akibat dari tekanan masyarakat
dilingkungannya
c. Bagi masyarakat
-
Meningkatnya
remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat menurun
-
Meningkatnya
angka kematian ibu dan bayi
-
Menambah
beban ekonomi masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat menurun.
B. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kehamilan
Remaja
Pergaulan remaja di
Era Melenium ini tidak bisa disamakan dengan pergaulan remaja sepulh atau dua
puluh tahun yang lalu. Salah satu cermin dapat dilihat dari perkembangan
sinetron remaja sekarang jauh lebih eksplisit menampilkan adegan-adegan
bermesraan dan cara pacaran remaja sekarang tidak cukup hanya sebatas
bergandengan tangan, tetapi sudah jauh dari itu, berpelukan, berciuman bahkan
sampai berhubungan seksual. Hal ini berimbas dari pola pergaulan remaja yang
bebas. Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin yang berbeda dengan mudah dapat
dilihat dari pola remaja berpacaran. Dengan tidak adanya pendidikan seks yang
memadai dan pandangan orang tua yang menabukan hal-hal yang berkaitan dengan
seks membuat remaja cenderung terkena imbas seks dari pergaulan bebas, baik
dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan sebaya.
Berikut akan
dijelaskan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan remaja
menurut Maurer dan Smith (2010), karena ternyata 80% kehamilan remaja adalah
tidak diinginkan. Sebagian besar remaja mengenal hubungan seks melalui media
berpacaran.
1.
Perubahan
hormonal, timbulnya kesadaran seksual dan peer pressure
Menurut Kalmuss et al (2003, dalam
Maurer & Smith 2010) masa remaja adalah masa dimana kesedaran seksual,
keingintahuan dan keinginan untuk bereksperimen meningkat. Tekanan teman sebaya
mempengaruhi remaja untuk terlibat dalam aktivitas seksualnya. Hal ini
sebagaimana disebutkan oleh Wong (2000) bahwa remaja dihadapkan pada harapan
adanya perilaku peran seksual yang matang baik dari teman sebaya maupun orang
dewasa. Remaja yang terlibat dalam aktivitas seksual biasanya mempunyai teman
yang melakukan hal itu juga.
2. Peran seksual yang pervasive dari media
Remaja sering terekspose dengan
paparan dari media terkait seks, aktivitas seksual dan pentingnya menjadi orang
yang menarik perhtian lawan jenis. Hal ini menjadikan remaja terjebak pdalam
perilaku seks pra nikah, yang antara lai berujung pada KTD
3. Aktivitas seksual yang terpaksa
Semangkin muda usia remaja, semangkin
mudah untuk terlibat dalam aktivitas seksual yang terpaksa. Akibat dari proses
kurangnya pematangan seksual ini sering kali menimbulkan permasalahan
tersendiri bagi remaja perempuan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang seks dan konsepsi
Peningkatan aktivitas seksual remaja
tidak diimbangi dengan peningkatan pengetahuan tentang fungsi seksual, control
kehamilan dan pro-creation. Remaja juga kurang memahami tentang masa rentan
dalam siklus menstruasi. Hal ini yang menyebabkan remaja kurang dapat
menyesuaikan aktivitas seksual dengan masa subur dalam siklus haidnya.
5. Misuse atau kontrasepi
Remaja kurang mengetahui metode
kontrasepsi yag spesifik dan penggunaan kontrasepsi yang tepat.
6. Kurangnya maturitas dan orientasi masa depan
Perencanaan masa remaja minimal.
Mereka kurang bisa berfikir tentang akibat dari aktivitaas seksual mereka.
Walaupun jika melihat dari perkembangan kognitif mereka, remaja sudah dapat
memikirkan akibat dari tindakan yang dilakukan.
C. Respon Awal Remaja Terhadap KTD.
Remaja yang
mengalami KTD, awalnya tidak menyadari bahwa dirinya hamil. Mereka biasanya
hanya merasakan adanya perubahan yang terjadi dengan tubuhnya. Perubahan
tersebut meliputi tidak haid, mual dan muntuh, kelelahan dan kepala pusing.
Perubahan fisiologi dalam kehamilan tersebut yang mendorong remaja untuk
melakukan tes kehamilan. Berdasarkan hasil tes barulah mereka menyadari bahwa
mereka telah hamil.
Ada berbagai macam
respon ketika Kehamilan Tidak Diinginkan pada remaja ini diketahui.
Respon-respon tersebut terdiri atas respon remaja itu sendiri terhadap dirinya
dan respon remaja terhadap kehamilannya. Respon remaja terhadap dirinya berupa
timbulnya perasaan takut dan perasaan tidak siap untuk hamil. Respon terhadap
kehamilannya ditunjukan dengan 3 jenis cara yaitu: 1).
Concealment/penyembunyian, 2). Secara rahasia berusaha mendapatkan aborsi, 3).
Disclosur/mengungkapkan. Respon Concealment dilakukan untuk menutupi
kehamilanya dari setiap orang. Hal ini dilakukan dengan cara tetap melakukan
rutinitas sebagaimana biasanya.
Respon remaja kedua
terhadap KTD adalah dengan mencari aborsi secara rahasia. Mereka mengambil
keputusan tersebut atas inisiatif mereka sendiri serta pengaruh orang lain
seperti orang tua dan teman lelakinya. Keputusan untuk mendapatkan aborsi
diambil karena takut dan merasa tidak siap serta karena selaan dari masyarakat
sekitar. Pengambilan keputusan terhadap tindak lanjut kehamilan bermuara pada
sikap terhadap janin yang dikandungnya. Jika penolakan lebih domain, maka jalur
yang ditempuh adalah aborsi. Sedangkan jika penerimaan yang lebih domain, maka
keputusan yang diambil adalah melanjutkan kehamilan.
Keluarga termaksud
orang terdekat dengan remaja. Pemberian makna terhadap kehamilan dan reaksi
keluarga terhadap kehamilan terutama yang tidak diinginkan menjadi sangat
penting dalam pengambilan keputusan mengahadapi KTD. Bagi keluarga yang
memahami arti kehamilan, aborsi hanya akan menambah dosa dan dan membahayakan
bagi ibu dengan KTD.
D. Pola Pendidikan Alternatif
Perubahan sosial
yang terjadi dan berimbas juga pada institusi pendidikan telah menuntut
fleksibilitas dan diversivikasi pendidikan dalam program. Meskipun diera
reformasi ini diketahui banyak aspek pendidikan yang kewenangannya berada
diluar sentral kekuasaan, tetapi penataan pendidikan yang sesuai dengan
kriteria berikut harus tetap dilakukan. Kriteria pertama adalah peningkatan
kualitas, kriteria kedua adalah perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan,
kriteria ketiga adalah terjaminnya kepentingan nasional, dan kriteria keempat
adalah akuntabilitas. Keempat kriteria makro ini merupakan sifat normatif yang
harus konsisten dimiliki institusi pendidikan (Sumarno,2001).
Berbarengan dengan
perubahan sosial adalah munculnya berbagai problem sosial, dimana institusi
pendidikan tidak selalu dapat menanganinya, karena problem yang berlangsung
sering kali diluar jangkauan dari pendidikan tersebut. Problem solving yang
ditawarkan pun mempunyai berbagai keterbatasan. Peran pendidikan dalam kaitanya
dengan problem sosial meliputi: (a). Upaya preventif; (b). Upaya kreatif; (c).
Upaya pengembangan. Perubahan
1. sekolah berfungsi sebagai pusat kegiatan belajar
bagi masyarakat sekitar.
2. sekolah tidak lagi merupakan sistem tertutup
3. peran guru sebagai patner subjek didik dalam
belajar
4. memberikan motivasi dalam proses pembelajaran yang
berlangsung
Berkaitan dengan isu
kesempatan studi bagi siswi hamil, maka peran pendidik yang lebih relevan
adalah mengupayakan sebuah pendidikan alternatif. Esensi pendidikan alternatif
adalah pendidikan yang dimungkinkan dapat melayani siswa yang bermasalah baik
melalui pendidikan disekolah maupun luar sekolah sekelompok anak yang tidak
memungkinkan lagi bersekolah disekolah konvensional. Ada beberapa aspek yang
perlu dirumuskan berkaitan dengan pendidikan alternatif untuk siswi hamil,
antara lain: (1). Pendidikan yang dibutuhkan; (2). Peran dan tanggung jawab
berbagai pihak terkait; (3). Akseptabilitas dan kelaikan sosial; (4). Modus
pembelajaran alternatif (pembelajaran privat, pembelajaran jarah jauh dan
pengujian kesetaraan).
E. ISSUE GENDER DALAM KTD
Gender merujuk pada
perbedaan antara perempuan dan laki-laki sejak lahir, tumbh kembang dan besar
melalui proses sosialisasi dilingkungan keluarga dan masyarakat. Gender sendiri
adalahkonsep yang mengacu pada peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki
yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh konstruksi atau keadaan sosial
dalam masyarakat (WHO,2010). Seksualitas dan jenis kelamin adalah karakteristik
biologis-anatomisal (khususnya sitem reproduksi dan hormonal) diikuti dengan
karakteristik fisiologis tubuh yang menentukan seseorang adalah laki-laki atau
perempuan (Depkes RI,2002)
Dalam sistem
sosial-budaya pada sebagian besar masyarakat indonesia, yang syarat dengan
perbedaan gender, telah melahirkan ketidakadilan terutama pada kaum perempuan.
Manifestasi ketidakadilan ini terwujud dalam bentuk marginalisasi, subordinasi
maupun sterotipe bagi kaum perempuan. Marginalisasi terhadap kaum perempuan
antara lain bersumber dari adat istiadat dan kebiasaan, dan juga dapat
bersumber dari kebijakan pemerintah dan keyakinan. Menurut catatan sejarah,
sudah sejak berabad-abad perempuan di pulau jawa hanya difungsikan sebagai
reproduksi dan pemuas nafsu seksual. Anggapan ini memunculkan diskriminasi
antaea laki-laki dan perempuan terutama dalam bidang pendidikan dan
kepemimpinan.
1. Kondisi sosial dan budaya dalam persfektif
Marginalisasi perempuan dari sarat fenomena gender.
a.
Pola
pengasuhan anak
Pola
pengasuhan anak dalam keluargae erat kaitanya dengan penerapan fungsi-fungsi
keluarga, antara lain fungsi edukasi, fungsi sosial, fungsi perlindungan,
fungsi afeksi dan fungsi ekonomi. Hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap
situasi atau suasana kehidupan keluarga yang akan melahirkan iklim tertentu
dalam keluarga. Suasana kehidupan keluarga akan berdampak terhadap perkembangan
anak yang sedang dalam masa pembekalan pembekalan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pola asuh dalam keluarga dapat memberikan kontribusi terhadap
keberhasilan.
Fungsi ini menjadi tidak efektif
ketika terjadi ketegangan-ketegangan dalam keluarga, kemudian disusul dengan
disorganisasi keluarga yang meliputi berbagai kelemahan, ketidak sesuaian atau
putusnya jalinan ikatan, seperti perceraian dan adanya konflik antara orang tua
dan anak.
b.
Tradisi
Keterikatan
masyarakat pada tradisi sering kali dikaitkan dengan dampak negatif bagi
masyarakat itu sendiri. Misalnya tradisi memperbolehkan wanita hamil terlebih
dahulu sebelum melakukan prosesi pernikahan
c.
Gaya hidup
Penyebab
remaja banyak yang menderita kehamilan tidak diinginkan antara lain juga karena
gaya hidup di kalangan remaja sudah menjurus pada pacaran yang tidak sehat,
akibat dari kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi menambah banyak
rentetan-rentetan buruk pada remaja. Pengaruh makin pesatnya kemajuan teknologi
dan kecanggihan alat komunikasi memberikan kontribusi yang tinggi akan
terjadinya perilaku yang menyimpang.
2. Kesenjangan gender dalam kesehatan reproduksi
remaja
Dari
data tentang pengetahuan dan perilaku remaja dalam kesehatan reproduksi, adanya
kesenjangan gender terutama pada kasus kehamilan usia remaja.
Kehamilan pada masa remaja berdampak
pada tidak adanya peluang perempuan untuk melanjutkan pendidikan kejenjeng
lebih tinggi. Selain itu dapat pula berdampak pada terjadinya keguguran, resiko
komplikasi bahkan kematian maternal. Resiko ini tentu saja tidak dialami oleh
remja laki-laki.
Kesenjangan
gender yang menimpa remja putri ini terjadi karena:
a. Perempuan sering kali tidak mempunyai kekuatan
sebagai pengambil keputusan berkenaan dengan waktu kehamilan dan kesehatan
reproduksinya.
b. Dampak dari pernikahan usia remaja, orang tua
menginginkan menimang cucu segera setelah anak-anaknya menikah, tanpa melihat
kesiapan secara fisik dan mental
c. Dampak dari kehamilan diluar pernikahan perempuan
lebih dicondongkan dalam masalah dan pengucilan serta tidak bisa mengambil
keputusan, semua keputusan berada pada laki-laki (pacar atau selingkuhannya).
Faktor ini dapat menjadikan status mental dan psikologis wanita tertekan
ditambahkan dengan pengambilan keputusan yang salah seperti aborsi.
d. Status permpuan dimata masyarakat tergantung pada
kemampuan untuk mempunyai anak. Seorang permpuan dianggap tidak sempurna apabila setelah menikah tidak bisa memberikan
keturunan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, W.,
2010. Penelitian Partisipatori Anak Yang
Dilacurkan Disurakarta Dan Indramayu. Unicef
Budi, H,. dkk. 2007. Seks Dalam Islam. Jakarta:
Puspa Swara
Coleman. J. R.
George, and G. Holt.1977. Adolescent and Theri Parent A Study Of Attitudes:
Journal Of Genetic Psychology
Erikson, E,H.1964. Childhood and Sosiety.
(rev.ed): New York
Departemen
Kesehatan RI, 2007. Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
Direktorat Jendral Bina Kesehtan Masyarakat. Jakarta
Elizabet. B,
Harlock. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan,
Ed 5. Erlangga. Surabaya
Fakih, Mansour.
1996. Bias Gender Dlam Pendidikan. Muhammadiyah University Press Offset.
Yogyakarta
Harlina, Pribadi.
2011. Menangkal Narkoba, HIV dan AIDS Serta Kekerasan. Bandung: Pt. Rosda Karya
Hasan H.R, Siyoto, S.2013. Buku Ajar Kesehtan
Reproduksi. Nuha Medika. Yogyakara
Irwan M. Hidayana,
dkk.2004. seksualitas Teori Dan Realitas. Program Gender Dan Seksualitas. Fisip
UI
Mahfudli, Shaly.1994. Etika Seksual. Pekalongan:
Bahagia
Marmi.2013. Kesehatan Reproduksi. Pustaka
Pelajar.Yogyakarta
Muhammad Ali. 1983. Tafsir Ayat Ahkam. Surabaya:
Bina Ilmu
Nahiyah, Jaidi Faraz,dll. 2002. Fenomena Siswi
Hamil di Indonesia. Ajisaka.Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar