Rabu, 27 Agustus 2014

ISSUE GENDER DALAM KTD



Gender merujuk pada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sejak lahir, tumbh kembang dan besar melalui proses sosialisasi dilingkungan keluarga dan masyarakat. Gender sendiri adalahkonsep yang mengacu pada peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh konstruksi atau keadaan sosial dalam masyarakat (WHO,2010). Seksualitas dan jenis kelamin adalah karakteristik biologis-anatomisal (khususnya sitem reproduksi dan hormonal) diikuti dengan karakteristik fisiologis tubuh yang menentukan seseorang adalah laki-laki atau perempuan (Depkes RI,2002)
Dalam sistem sosial-budaya pada sebagian besar masyarakat indonesia, yang syarat dengan perbedaan gender, telah melahirkan ketidakadilan terutama pada kaum perempuan. Manifestasi ketidakadilan ini terwujud dalam bentuk marginalisasi, subordinasi maupun sterotipe bagi kaum perempuan. Marginalisasi terhadap kaum perempuan antara lain bersumber dari adat istiadat dan kebiasaan, dan juga dapat bersumber dari kebijakan pemerintah dan keyakinan. Menurut catatan sejarah, sudah sejak berabad-abad perempuan di pulau jawa hanya difungsikan sebagai reproduksi dan pemuas nafsu seksual. Anggapan ini memunculkan diskriminasi antaea laki-laki dan perempuan terutama dalam bidang pendidikan dan kepemimpinan.
1.    Kondisi sosial dan budaya dalam persfektif Marginalisasi perempuan dari sarat fenomena gender.
a.         Pola pengasuhan anak
Pola pengasuhan anak dalam keluargae erat kaitanya dengan penerapan fungsi-fungsi keluarga, antara lain fungsi edukasi, fungsi sosial, fungsi perlindungan, fungsi afeksi dan fungsi ekonomi. Hal ini dapat memberikan pengaruh terhadap situasi atau suasana kehidupan keluarga yang akan melahirkan iklim tertentu dalam keluarga. Suasana kehidupan keluarga akan berdampak terhadap perkembangan anak yang sedang dalam masa pembekalan pembekalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola asuh dalam keluarga dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan.
Fungsi ini menjadi tidak efektif ketika terjadi ketegangan-ketegangan dalam keluarga, kemudian disusul dengan disorganisasi keluarga yang meliputi berbagai kelemahan, ketidak sesuaian atau putusnya jalinan ikatan, seperti perceraian dan adanya konflik antara orang tua dan anak.
b.         Tradisi
Keterikatan masyarakat pada tradisi sering kali dikaitkan dengan dampak negatif bagi masyarakat itu sendiri. Misalnya tradisi memperbolehkan wanita hamil terlebih dahulu sebelum melakukan prosesi pernikahan
c.         Gaya hidup
Penyebab remaja banyak yang menderita kehamilan tidak diinginkan antara lain juga karena gaya hidup di kalangan remaja sudah menjurus pada pacaran yang tidak sehat, akibat dari kurangnya pengetahuan remaja akan reproduksi menambah banyak rentetan-rentetan buruk pada remaja. Pengaruh makin pesatnya kemajuan teknologi dan kecanggihan alat komunikasi memberikan kontribusi yang tinggi akan terjadinya perilaku yang menyimpang.
2.    Kesenjangan gender dalam kesehatan reproduksi remaja
Dari data tentang pengetahuan dan perilaku remaja dalam kesehatan reproduksi, adanya kesenjangan gender terutama pada kasus kehamilan usia remaja.
Kehamilan pada masa remaja berdampak pada tidak adanya peluang perempuan untuk melanjutkan pendidikan kejenjeng lebih tinggi. Selain itu dapat pula berdampak pada terjadinya keguguran, resiko komplikasi bahkan kematian maternal. Resiko ini tentu saja tidak dialami oleh remja laki-laki.

Kesenjangan gender yang menimpa remja putri ini terjadi karena:
a.    Perempuan sering kali tidak mempunyai kekuatan sebagai pengambil keputusan berkenaan dengan waktu kehamilan dan kesehatan reproduksinya.
b.    Dampak dari pernikahan usia remaja, orang tua menginginkan menimang cucu segera setelah anak-anaknya menikah, tanpa melihat kesiapan secara fisik dan mental
c.    Dampak dari kehamilan diluar pernikahan perempuan lebih dicondongkan dalam masalah dan pengucilan serta tidak bisa mengambil keputusan, semua keputusan berada pada laki-laki (pacar atau selingkuhannya). Faktor ini dapat menjadikan status mental dan psikologis wanita tertekan ditambahkan dengan pengambilan keputusan yang salah seperti aborsi.
d.   Status permpuan dimata masyarakat tergantung pada kemampuan untuk mempunyai anak. Seorang permpuan dianggap tidak sempurna  apabila setelah menikah tidak bisa memberikan keturunan.

Senin, 25 Agustus 2014

TEORI DIFUSI INOVASI


A.      LATAR BELAKANG TEORI
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd  Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).





B.   PENGERTIAN
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967) mendefinisikan inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Fullan (1996) mneyatakan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.
Sedangkan Rogers menyatakan bahwa inovasi adalah ““an idea, practice, or object perceived as new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu). Dengan definisi ini maka kata perceived menjadi kata yang penting karena pada mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang tetapi bagi sebagian lainnya tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh individu terhadap ide, praktek atau benda tersebut.
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat diangap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.
 Difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Difusi inovasi merupakan penyebaran inovasi ke dalam suatu sistem sosial yang memiliki tujuan terjadinya adopsi inovasi. Difusi inovasi dapat juga diartikan sebagai suatu proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran-saluran komunikasi tertentu, pada suatu kurung waktu tertentu, kepada anggota suatu sistem sosial. Teori ini dirancang untuk membantu membuat keputusan tang mempengaruhi populasi besar seperti komunikasi dan institusi. 
Di dalam buku Diffusion of Innovation, Everett M. Rogers mendefinisikan difusi inovasi adalah ”proses sosial yang mengkomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial.” ”Inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif, kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih besar, dan tingkat kerumitan yang lebih rendahan lebih cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya.dengan demikian dapat dikatakan bahwa difusi inovasi merupakan satu bentuk komunikasi yang berhubungan dengan suatu pemikiran baru. Asumsi utama yang dapat disimpulkan dari teori ini adalah:
1.    Difusi inovasi adalah proses sosial yang mengkomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial.
2.    Inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif, kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih besar, dan tingkat kerumitan yang lebih rendah akan lebih cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya.
3.    Ada sedikitnya 5 tahapan dalam difusi inovasi yakni, tahap pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi.
4.     Ada 5 tipe masyarakat dalam mengadopsi inovasi yakni inovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard.
Model difusi inovasi menegaskan peran agen-agen perubahan dalam lingkungan social, oleh karena itu mengambil focus yang agak terpisah dari individu sasaran utama. Secara relatif, tetangga, petugas kesehatan atau agen perubahan yang lain ikut membantu menghasilkan perubahan perilaku dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan cara meningkatkan kebutuhan akan perubahan, membangun hubungan interpersonal yang diperlukan, mengidentifikasi masalah serta penyebab-penyebabnya, menetapkan sasaran dan jalan keluar yang potensial, memotivasi seseorang supaya menerima dan memelihara aksi, dan memutuskan jalinan yang mengembalikan seseorang pada perilaku lama.

C.      Unsure- unsure difusi inovasi    
Menurut Everett M. Rogers Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi:
1.    Innovation (Inovasi), yaitu ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh individu atau kelompok. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subyektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ‘baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
Rogers (1983), mengemukakan 5 karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi keputusan terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi :
a.    Keunggulan relatif (relatif advantage).
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi ekonomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
b.    Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
c.    Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
d.   Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba dalam batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat diujicobakan dalam seting sesungguhnya, umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukkan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
e.    Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diujicobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2.    Communication channel  (saluran komunikasi ), yaitu bagaimana pesan itu didapat suatu individu dari individu lainnya.
Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa difusi dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari proses difusi adalah pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan suatu ide baru ke seseorang atau beberapa orang lain. Rogers menyebutkan ada empat unsur dari proses komunikasi ini, meliputi:
a.    Inovasi itu sendiri
b.    Seorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau pengalaman dalam menggunakan inovasi
c.    Orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi
d.   Saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter) melalui saluran komunikasi tertentu.  Sementara itu, saluran komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
1) Saluran media massa (mass media channel). Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber
 2) Saluran antarpribadi atau saluran local dan kosmopolit (interpersonal channel). Saluran antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.
Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukkan beberapa prinsip sebagai berikut :
a.       Saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi. Hal ini disebabkan saluran komunikasi massa dapat membentuk awareness secara serempak dalam waktu yang dikatakan cukup singkat dibandingkan dengen efek komunikasi antarpribadi.
b.      Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi.
c.       Saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter). Sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, golongan adopter awal menyukai ide-ide baru tanpa perlu persuasi yang berlebihan sehingga media massa saja sudah cukup membuat mereka mau mengadopsi sebuah inovasi berbeda dengan orang-orang dari golongan adopter akhir, karakteristik mereka yang kurang menyukai risiko menyebabkan komunikasi antarpribadi yang paling bekerja dengan baik. Mereka cenderung melihat atau berkaca pada orang-orang disekitar mereka yang sudah menggunakan inovasi tersebut dan apabila berhasil mereka baru mau mengikutinya.\
d.      Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran lokal bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Metode komunikasi massa seperti penggunaan iklan memang dapat menyebarkan informasi tentang inovasi baru dengan cepat tetapi hal tersebut tidak lantas dapat begitu saja membuat inovasi baru tersebut diadopsi oleh khalayak. Hal itu dikarenakan diadopsi tidaknya inovasi baru  terkait dengan masalah resiko dan ketidakpastian. Disinilah letak pentingnya komunikasi antarpribadi. Orang akan lebih percaya kepada orang yang sudah dikenalnya dan dipercayai lebih awal atau orang yang mungkin sudah berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga orang yang memiliki kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal tersebut digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang menggambarkan bahwa komunikasi interpersonal menjadi begitu sangat berpengaruh dari waktu ke waktu dibandingkan dengan komunikasi massa.


Dari hasil penelitian, banyak disebutkan bahwa saluran komunikasi  media massa akan optimal digunakan pada tahap pengetahuan dan saluran interpersonal akan lebih optimal digunakan pada tahap persuasi. Namun pada kenyataannya, di negara yang belum maju kekuatan komunikasi interpersonal masih dinilai lebih penting dalam tahap pengetahuan. Hal ini disebabkan karena kurangnya media massa yang dapat dijangkau masyarakat terutama di pedesaan, tingginya tingkat buta huruf penduduk, dan mungkin pula disebabkan ketidakrelevanan antara isi media dengan kebutuhan masyarakat, misalnya terlalu banyak hiburan atau hal-hal yang sebenarnya tidak penting untuk diberitakan. Karena hal-hal tersebut, saluran komunikasi interpersonal terutama yang bersifat kosmopolit dinilai lebih baik dibanding saluran media massa.
Untuk mendapatkan hasil penyebaran inovasi yang optimal, yakni memperbesar tingkat adopsi suatu inovasi dapat dilakukan dengan pengaplikasian saluran komunikasi yang tepat pada situasi yang tepat. Pertama, pada tahap pengetahuan hendaknya kita menggunakan media massa untuk menyebarluaskan informasi tentang adanya inovasi tersebut. Selanjutnya digunakan saluran komunikasi interpersonal yang bersifat persuasif dan personal pada tahap persuasi.

3.    Time (waktu)
Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam hal:  
a.   Proses keputusan inovasi, yaitu proses mental yang terjadi dimana individu mulai mengalami  tahapan menerima informasi pertama yang membentuk sikap seseorang terhadap inovasi sampai kepada keputusan apakah individu tersebut menerima atau menolak inovasi, hingga tahapan implementasi dan konfirmasi berkenaan dengan inovasi tersebut.
Ada 5 tahap dalam proses keputusan inovasi ini, yakni:
1)         Tahap pengetahuan pertama terhadap inovasi
2)          Tahap pembentukan sikap kepada inovasi
3)         Tahap pengambilan keputusan menerima atau menolak inovasi
4)          Tahap pelaksanaan inovasi
5)          Tahap konfirmasi dari keputusan
b.   Waktu memengaruhi difusi dalam keinovatifan individu atau unit adopsi. Keinovatifan adalah tingkatan dimana individu dikategorikan secara relatif dalam mengadopsi sebuah ide baru dibanding anggota suatu sistem sosial lainnya. Kategori tersebut antara lain adalah innovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard. Klasifikasi ini dikarenakan dalam sebuah sistem, individu tidak akan secara serempak dalam suatu waktu mengadopsi sebuah inovasi melainkan perlahan-lahan secara berurut. Keinovatifan inilah yang pada akhirnya menjadi indikasi yang menunjukkan perubahan tingkah laku individu.
c.   Kecepatan rata-rata adopsi ide baru dalam sebuah sistem sangat dipengaruhi oleh dimensi waktu. Kecepatan adopsi adalah kecepatan relatif yang berkenaan dengan pengadopsian suatu inovasi oleh anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu. Kecepatan ini selalu diukur dengan jumlah anggota suatu sistem yang mengadopsi inovasi dalam periode waktu tertentu.

4.    Sistem Sosial
Merupakan  serangkaian bagian yang saling berhubungan dan bertujuan untuk mencapai tujuan umum.  Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi. Proses difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu.
Rogers (1983) menyebutkan 4 faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yaitu :
a.    Struktur sosial (social structure)
Merupakan  susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Adanya sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukkan hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) dalam Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukkan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.
b.    Norma sistem (system norms)
Merupakan  suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial. Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidaksesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem sosial berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
c.     Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Mereka berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas di sini bahwa orang berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.

d.    Change Agent
Adalah suatu bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap sistem sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu mempengaruhi sikap orang lain untuk menerima sebuah inovasi. Tetapi change agent  bersifat resmi atau formal, ia mendapat tugas dari kliennya untuk mempengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem sosialnya. Change agent atau agen perubah, biasanya merupakan orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan tertentu untuk dapat mempengaruhi sistem sosialnya.
Di dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” yang ditulis oleh Rogers dan Shoemaker, fungsi utama dari change agent  adalah menjadi mata rantai yang menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan change agent berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang karakteristik struktur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem sosial (misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat itu.
Ralph Linton (1963) dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” melihat bahwa setiap inovasi mempunyai 3 unsur pokok yang harus diketahui oleh change agent, yakni:
1)             Bentuk yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi.
2)             Fungsi inovasi tersebut bagi cara hidup anggota sistem.
3)             Makna, yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi tersebut oleh anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur makna ini lebih sulit didifusikan daripada bentuk maupun fungsinya. Terkadang kultur penerima cenderung menggabungkan makna inovasi itu dengan makna subyektif, sehingga makna aslinya hilang.
e.    Heterofili dan Homofili
Difusi diidentifikasi sebagai jenis komunikasi khusus yang berhubungan dengan penyebaran inovasi. Pada teori Two-Step Flow, opinion leader dan pengikutnya memiliki banyak kesamaan. Hal tersebut yang dipandang dalam riset  difusi sebagai homofili. Yakni, tingkat dimana pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak kemiripan sosial, contohnya keyakinan, pendidikan, nilai-nilai, status sosial dan lain sebagainya. Lain halnya dengan heterofili, heterofili adalah tingkat dimana pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak perbedaan. Persamaan dan perbedaan ini akan berpengaruh terhadap proses difusi yang terjadi. Semakin besar derajat kesamaannya maka semakin efektif komunikasi yang terjadi untuk mendifusikan inovasi dan sebaliknya. Makin tinggi derajat perbedaannya semakin banyak kemungkinan masalah yang terjadi dan menyebabkan suatu komunikasi tidak efektif. Oleh karenanya, dalam proses difusi inovasi, penting sekali untuk memahami betuk karakteristik adopter potensialnya untuk memperkecil “heterophily”.

D.      Proses Difusi Inovasi
Difusi inovasi mempunyai beberapa unsur pembentuk, (Rogers and Shoemaker), yaitu, Inovasi atau hal yang dianggap baru, Adanya proses komunikasi yang memungkinkan proses difusi terjadi, Jangka waktu yang mencakup proses – proses seperti, keputuan inovasi (innovation decision process) yaitu tahap dimana seorang individu mendapat suatu pengetahuan tentang inovasi kemudian memutuskan apakah akan menerima (adopt) atau menolak (reject), dan mengkonfirmasi (confirm) keputusan yang akan dibuat.  Adapun tahap  pengambilan keputusan tersebut meliputi,
1.    Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap “Awareness”. Tahap ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan saluran yang paling efektif untuk digunakan adalah saluran media massa. Dalam tahap ini kesadaran individu akan mencari atau membentuk pengertian inovasi dan tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
Rogers mengatakan ada 3 macam pengetahuan yang dicari masyarakat dalam tahapan ini, yakni:
a.    Kesadaran bahwa inovasi itu ada.
b.    Pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut.
c.    Pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja.
2.    Tahap Persuasi (Persuasion)
Dalam tahapan ini, individu membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Dalam tahap persuasi ini, individu akan mencari tahu lebih dalam informasi tentang inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan informasi tersebut. Yang membuat tahapan ini berbeda dengan tahapan pengetahuan adalah pada tahap pengetahuan yang berlangsung adalah proses mempengaruhi kognitif, sedangkan pada tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi adalah mempengaruhi afektif. Pada tahapan ini seorang calon adopter akan lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi. Kepribadian dan norma-norma sosial yang dimiliki calon adopter ini akan menentukan bagaimana ia mencari informasi, bentuk pesan yang bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan bagaimana cara ia menafsirkan makna pesan yang ia terima berkenaan dengan informasi tersebut. Sehingga pada tahapan ini seorang calon adopter akan membentuk persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi yang biasanya dicari pada tahapan ini adalah karekateristik inovasi yakni relatif advantage, compatibility, complexity, trialability, dan observability.
3.     Tahap Pengambilan Keputusan (Decision)
Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu inovasi. Menurut Rogers adoption (menerima) berarti bahwa inovasi tersebut akan digunakan secara penuh, sedangkan menolak berarti “ not to adopt an innovation”. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada setiap proses keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis penolakan, yaitu active rejection dan passive rejection. Active rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut. Passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi inovasi.  Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara tindak yang paling baik.  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
a.    Praktik sebelumnya
b.    Perasaan akan kebutuhan
c.    Keinovatifan
d.   Norma dalam sistem sosial
Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:
a.    Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan.
b.    Individual adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan mengambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual terbagi menjadi dua macam, yakni:
1)        Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.
2)        Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui konsesnsus dari sebuah sistem sosial
c.    Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan yang mendahuluinya.
Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem sosial sebagai akibat dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi. Ada 3 macam konsekuensi setelah diambilnya sebuah keputusan, yakni:
1)        Konsekuensi Dikehendaki vs Konsekuensi Tidak Dikehendaki
Konsekuensi dikehendaki dan tidak dikehendaki bergantung kepada dampak-dampak inovasi dalam sistem sosial berfungsi atau tidak berfungsi. Dalam kasus ini, sebuah inovasi bisa saja dikatakan berfungsi dalam sebuah sistem sosial tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya inovasi tersebut tidak berfungsi bagi beberapa orang di dalam sistem sosial tersebut Contohnya : revolusi industri di Inggris, akibat dari revolusi tersebut sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemilik modal tetapi tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh tenaga kerja yang pada akhirnya kehilangan pekerjaaan dan menjadi pengangguran.
2)        Konsekuensi Langsung vs Konsekuensi Tidak Langsung
Konsekuensi yang diterima bisa disebut konsekuensi langsung atau tidak langsung bergantung kepada apakah perubahan-perubahan pada individu atau sistem sosial terjadi dalam respons langsung terhadap inovasi atau sebagai hasil dari urutan kedua dari konsekuensi. Terkadang efek atau hasil dari inovasi tidak berupa pengaruh langsung pada pengadopsi.
3)        Konsekuensi Yang Diantisipasi vs Konsekuensi Yang Tidak Diantisipasi
Tergantung kepada apakah perubahan-perubahan diketahui atau tidak oleh para anggota sistem sosial tersebut. Contohnya pada penggunaan internet sebagai media massa baru di Indonesia khususnya di kalangan remaja. Umumnya, internet digunakan untuk mendapatkan informasi yang terbaru dari segala penjuru dunia, inilah yang disebut konsekuensi yang diantisipasi. Tetapi tanpa disadari penggunaan internet bisa disalahgunakan, misalnya untuk mengakses hal-hal yang berbau pornografi. Hal inilah yang disebut konsekuensi yang tidak diantisipasi. Remaja menjadi mudah mendapatkan video atau gambar-gambar yang tidak pantas.
4.    Tahap Pelaksanaan (Implementation)
Pada tahap implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan tetapi sebuah inovasi membawa sesuatu yang baru apabila tingkat ketidakpastiannya akan terlibat dalam difusi. Ketidakpastian dari hasil-hasil inovasi ini masih akan menjadi masalah pada tahapan ini. Maka si pengguna akan memerlukan bantuan teknis dari agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidakpastian dari akibatnya. Apalagi bahwa proses keputusan inovasi ini akan berakhir. Permasalahan penerapan inovasi akan lebih serius terjadi apabila yang mengadopsi inovasi itu adalah suatu organisasi, karena dalam sebuah inovasi jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda.
Penemuan kembali biasanya terjadi pada tahap implementasi ini, maka tahap ini merupakan tahap yang sangat penting. Penemuan kembali ini adalah tingkatan di mana sebuah inovasi diubah atau dimodifikasi oleh pengguna dalam proses adopsi atau implementasinya. Rogers, juga menjelaskan tentang perbedaan antara penemuan dan inovasi (invention dan Innovation). Invention adalah proses di mana ide-ide baru ditemukan atau diciptakan. Sedang inovasi adalah proses penggunaan ide yang sudah ada. Rogers juga menyatakan bahwa semakin banyak terjadi penemuan maka akan semakin cepat sebuah inovasi dilaksanakan.
Tahapan ini hanya akan ada jika pada tahap sebelumnya, individu atau partisipan memilih untuk mengadopsi inovasi baru tersebut. Dalam tahap ini, individu akan menggunakan inovasi tersebut. Jika di tahapan sebelumnya proses yang terjadi lebih kepada mental exercise yakni berpikir dan memutuskan, dalam tahap pelaksanaan ini  proses yang terjadi lebih ke arah perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari penggunaan ide baru tersebut.
5.    Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Tahap terakhir ini adalah tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan memutuskan untuk terus menggunakan inovasi baru tersebut atau menyudahinya. Selain itu, individu akan mencari penguatan atas keputusan yang telah diambil sebelumnya. Apabila, individu tersebut menghentikan penggunaan inovasi tersebut dapat disebut disenchantment discontinuance dan atau replacement discontinuance. Disenchantment discontinuance disebabkan oleh ketidakpuasan individu terhadap inovasi tersebut sedangkan replacement discontinuance disebabkan oleh adanya inovasi lain yang lebih baik.

E.            Tipe – Tipe Pengapdosi Inovasi
Pembagian anggota sistem sosial ke dalam kelompok-kelompok adopter didasarkan pada tingkat keinovatifannya, yakni lebih awal atau lebih lambatnya seseorang mengadopsi sebuah inovasi dibandingkan dengan anggota sistem sosial lainnya.  Berikut adalah kurva yang menggambarkan distribusi frekwensi normal kategori adopter beserta persentase anggota kelompok adopter dalam sebuah sistem sosialnya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi__9g__6b57v-cNvocpwfmJekpovxxDD9FykBUt2Dy397UViBRl801VhovHMQevSKYAkfANv-4xrUpqofloUN8cJzj91fLloeRoSV5HlRR78Q8M0KpPtf10iWS8bgAS9AKo-MeAS6Xitl2/s400/innovations.jpg
Kurva yang membentuk lonceng tersebut dihasilkan oleh sejumlah penelitian tentang difusi inovasi. Kurva lonceng tersebut menggambarkan banyaknya pengadopsi dari waktu ke waktu. Pada tahun pertama, usaha penyebaran inovasi akan menghasilkan jumlah pengadopsi yang sedikit, pada tahun berikutnya jumlah pengadopsi akan lebih banyak dan setelah sampai pada puncaknya, sedikit demi sedikit jumlah pengadopsi akan menyusut. Sehingga jika kurva tersebut dikumulasikan akan membentuk kurva S sesuai dengan kurva S yang sebelumnya telah disampaikan oleh Gabriel Tarde.
Berikut adalah karakteristik dari berbagai macam kategori adopter :
1.    Inovator
Seseorang yang menyukai hal-hal baru Senang bereksperimen , biasanya inovator memiliki kedudukan penting dalam masyarakat atau biasanya seorang pemimpin yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.
Tipe ini adalah tipe yang menemukan inovasi. Mereka mencurahkan sebagian besar hidup, energi, dan kreatifitasnya untuk mengembangkan ide baru. Selain itu orang-orang yang masuk ke dalam kategori ini cenderung berminat mencari hubungan dengan orang-orang yang berada di luar sistem mereka.  Rogers menyebutkan karakteristik innovator sebagai berikut :
a.         Berani mengambil risiko.
b.         Mampu mengatur keuangan yang kokoh agar dapat menahan kemungkinan kerugian dari inovasi yang tidak menguntungkan.
c.         Memahami dan mampu mengaplikasikan teknik dan pengetahuan yang kompleks.
d.        Mampu menanggulangi ketidakpastian informasi.
Cara-cara agar dapat bekerja dengan inovator, yaitu :
a.         Mengundang innovator yang rajin untuk menjadi partner dalam merancang poyek.
b.         Merekrut dan melatih mereka sebagai pendidik.
2.    Penerima Dini
Seseorang yang cepat menerima suatu Inovasi, Cerdas. Ia merupakan seseorang yang selalu mempertimbangkan sebuah keputusannya berfikir kritis setelah ia telah memutuskan suatu keputusannya maka keputusan tersebut sudah benar-benar diyakini dan mantap untuk segera diaplikasikan. Early adopter ini merupakan seseorang pemimpin yang memiliki tanggung jawab penuh atas semua keputusannya karena hal ini dapat berpangaruh pada pengikutnya. 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi.
Penerima dini atau Early adopter biasanya adalah orang-orang yang berpengaruh dan lebih dulu memiliki banyak akses karena mereka memiliki orientasi yang lebih ke dalam sistem sosial. Untuk mempengaruhi penerima dini tidak memerlukan persuasi karena mereka sendiri yang selalu berusaha mencari sesuatu yang dapat memberikan mereka keuntungan dalam kehidupan sosial atau ekonomi.
Karakteristik yang harus dimiliki oleh early adopter adalah:
a.         Bagian yang terintegrasi dalam sistem lokal sosial
b.         Opinion leader yang paling berpengaruh
c.         Role model dari anggota lain dalam sebuah sistem sosial
d.        Dihargai dan disegani oleh orang-orang di sekitarnya
e.         Sukses
Untuk dapat bekerja dengan penerima dini, hal-hal yang dapat dilakukan meliputi :
a.         Menawarkan secara pribadi dukungan untuk beberapa early adopter untuk mencoba inovasi baru
b.         Memelajari percobaan inovasi tersebut secara hati-hati untuk menemukan atau membuat ide baru yang lebih sesuai, murah dan mudah dipasarkan/
c.         Meninggikan ego mereka, misalnya dengan publisitas atau pemberitaan media.
d.        Mempromosikan mereka sebagai trendsetter.
e.         Menjaga hubungan baik dengan melakukan feedback secara rutin
3.    Mayoritas Dini (orang–orang yang lebih dahulu selangkah lebih maju)
Seseorang yang cerdas, terbuka terhadap hal- hal yang baru tetapi tidak terlalu berfikir kritis dan mempertimbangkan. Segala sesuatunya ia hanya berfikir sisi positifnya saja / dapat dikatakan selalu mengikuti trend terbaru. Ia bukan seorang pemimpin tetapi pengikut yang senang dengan hal-hal baru. 34% yang menjadi pera pengikut awal.
Early majority ini adalah golongan orang yang selangkah lebih maju. Mereka biasanya orang yang pragmatis, nyaman dengan ide yang maju, tetapi mereka tidak akan bertindak tanpa pembuktian yang nyata tentang keuntungan yang mereka dapatkan dari sebuah produk baru. Mereka adalah orang-orang yang sensitif terhadap pengorbanan dan membenci risiko untuk itu mereka mencari sesuatu yang sederhana, terjamin, cara yang lebih baik atas apa yang telah mereka lakukan. Ada beberapa karakteristik mayoritas dini, yakni:
a.         Sering berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
b.         Jarang mendapatkan posisi sebagai opinion leader
c.         Sepertiganya adalah bagian dari sistem (kategori atau tipe terbesar dalam sistem)
d.        Berhati-hati sebelum mengadopsi inovasi baru
Untuk menarik simpati golongan ini, dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
a.         Menawarkan kompetisi atau sampel secara gratis untuk stimulus
b.         Menggunakan advertiser dan media yang memiliki kredibilitas, dipercaya, dan yang akrab dengan golongan ini
c.         Menurunkan biaya dan memberikan jaminan
d.        Mendesain ulang untuk memaksimalkan penggunaan dan membuatnya menjadi lebih simpel.
e.         Menyederhanakan formulir aplikasi dan atau instruksi.
f.          Menyediakan customer service and support yang professional

4.    Mayoritas Belakangan
Seseorang yang selalu diikuti dengan rasa curiga / skeptics, serlalu memikirkan kesulitan –kesulitan sesuatu inovasi, mereka tergolong orang- orang yang telat terhadap munculnya suatu inovasi , jika sudah banyak masyarakat menggunaan inovasi tersebut dan terbukti baik dan aman untuk digunakan maka akhirnya ia baru ikut menggunakan inovasi tersebut. 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi.
Orang-orang dari golongan ini adalah orang-orang yang konservatif pragmatis, yang sangat membenci risiko serta tidak nyaman dengan ide baru sehingga mereka belakangan mendapatkan inovasi setelah mereka mendapatkan contoh. Golongan ini lebih dipengaruhi oleh ketakutan dan golongan Laggard.  Rogers mengidentifikasi karakteristik golongan late majority sebagai berikut :
a.    Berjumlah sepertiga dari suatu sistem sosial
b.    Mendapatkan tekanan dari orang-orang sekitarnya
c.    Terdesak ekonomi
d.    Skeptis
e.    Sangat berhati-hati
5.    Laggard (lapisan paling akhir)
Sesorang yang bersikap tertutup terhadap hal-hal yang baru. Dapat dikatakan seseorang yang fanatik terhadap cara-cara yang sudah ada sebelumnya(cara lama) senang dengan cara-cara lama, terlalu kriktis terhadap hal-hal baru, tidak antusias menggunakan teknologi yang baru, dan ia akan menggunakan / mengikuti sebuah inovasi jika adanya suatu tekanan dan semua orang sudah lama menggunakannya. 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional.
Golongan Laggard adalah golongan akhir yang memandang inovasi atau sebuah perubahan tingkah laku sebagai sesuatu yang memiliki risiko tinggi. Ada indikasi bahwa sebagian dari golongan ini bukanlah orang-orang yang benar-benar skeptis, bisa jadi mereka adalah inovator, penerima dini, atau bahkan mayoritas dini yang terkurung dalam suatu sistem sosial kecil yang masih sangat terikat dengan adat atau norma setempat yang kuat. Atau mungkin karena terbatasnya sumber dan saluran komunikasi menyebabkan seseorang terlambat mengetahui adanya sebuah inovasi dan pada akhirnya golongan ini disebut sebagai Laggard.
Ada beberapa karakteristik Laggard, yakni:
a.    Tidak terpengaruh opinion leader
b.    Terisolasi
c.    Berorientasi terhadap masa lalu
d.    Curiga terhadap inovasi
e.    Mempunyai masa pengambilan keputusan yang lama
f.     Sumber yang terbatas
Untuk melakukan pendekatan dengan Laggards, ada beberapa cara yang perlu diperhatikan, yakni :
a.         Memberikan mereka perhatian yang lebih terhadap kapan, dimana, dana bagaimana mereka melakukan kebiasaan baru.
b.         Memaksimalkan kedekatan mereka dengan inovasi tersebut atau berikan mereka contoh Laggard yang sukses melakukan pengadopsian inovasi tersebut.
Namun ada beberapa peneliti yang menunjukkan bentuk tabel distribusi yang berbeda. Moore menunjukkan adanya gap antara early adopter dengan early majority. Gap atau jarak ini menyebabkan perbedaan karakteristik yang begitu jauh antara dua golongan tersebut, yakni di fase awal karakteristiknya berorientasi pada hal-hal yang baru atau visioner sedangkan pada fase berikutnya setelah gap mereka cenderung pragmatis. Tentu saja hal ini akan menjadi sebuah tantangan besar, bagaimana cara memersuasi mereka untuk mengadopsi sebuah inovasi.